Guru sebagai Profesi: Tinjauan Akademis, Pengakuan, dan Kode Etik

Profesi Guru

Profesi, dalam definisi paling dasar, merujuk pada suatu jabatan atau pekerjaan yang membutuhkan keahlian (expertise) khusus dari mereka yang terlibat di dalamnya. 

Hal ini berarti bahwa tidak semua orang dapat menjalankan pekerjaan tersebut, kecuali mereka telah terlatih secara memadai dan dipersiapkan secara khusus untuk memenuhi tuntutan profesi tersebut. 

Jika kita mengaitkannya dengan peran seorang guru, profesi ini juga mengikuti prinsip yang sama. Guru tidak sekadar menjalankan tugas pengajaran, tetapi juga dibekali dengan serangkaian keahlian yang diperoleh melalui proses profesionalisasi yang ketat.

Proses Profesionalisasi

Keahlian dalam suatu profesi, seperti yang dimiliki oleh seorang guru, diperoleh melalui proses yang disebut profesionalisasi. 

Proses ini melibatkan dua tahap utama: prajabatan (pendidikan atau pelatihan sebelum seseorang menjalani profesi tersebut) dan inservice training (pelatihan berkelanjutan setelah seseorang telah menjalankan profesi tersebut). 

Tahapan ini penting dalam memastikan bahwa seorang guru tidak hanya terampil pada saat mereka mulai mengajar, tetapi juga terus memperbarui dan mengembangkan keterampilannya seiring waktu.

Sebagai contoh, seorang guru harus menyelesaikan pendidikan di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), seperti Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP), atau Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) sebelum mereka dapat secara resmi diakui sebagai guru. 

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa guru telah memenuhi kriteria profesi dari segi pendidikan khusus.

Pengakuan Masyarakat

Profesi seorang guru memiliki peran yang sangat penting dalam masyarakat. Namun, pengakuan terhadap pentingnya seorang guru masih beragam di berbagai lapisan masyarakat. 

Di satu sisi, banyak orang mengakui bahwa seorang guru harus memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai, terutama yang berasal dari pendidikan formal untuk guru. 

Di sisi lain, beberapa kalangan masyarakat masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya guru sebagai profesi yang tidak bisa dijalankan oleh sembarang orang.

Meskipun demikian, dalam tataran yuridis, profesi guru secara resmi telah diakui sebagai profesi. Pengakuan ini bukan hanya sebatas pemahaman normatif di masyarakat, tetapi juga tertuang dalam regulasi formal.

Pengakuan Pemerintah

Dalam konteks legalitas, peran guru sebagai profesi telah diatur secara resmi melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD). 

Pasal 1 ayat 1 dari undang-undang ini menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional. Selanjutnya, Pasal 6 menegaskan bahwa pekerjaan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan yang memerlukan keahlian khusus, kecakapan yang sesuai dengan standar mutu tertentu, dan pendidikan profesi yang relevan.

Pengakuan dari pemerintah ini memperkuat posisi guru sebagai profesi yang memerlukan profesionalisme tinggi. 

Hal ini juga menunjukkan bahwa pemerintah menyadari betapa pentingnya peran guru dalam pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, yang tidak hanya berfokus pada aspek pengajaran tetapi juga pada pengembangan karakter bangsa.

Kode Etik Profesi

Setiap profesi yang diakui secara formal harus memiliki kode etik yang mengatur tingkah laku anggotanya. Dalam hal ini, profesi guru tidak terkecuali. Kode etik profesi guru berfungsi sebagai pedoman dalam berinteraksi dengan siswa, sesama guru, dan masyarakat luas. 

Hal ini juga menjadi landasan moral bagi guru untuk menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan integritas.

Menurut Hamalik (2006:76), ada beberapa persyaratan penting yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional, di antaranya:

  1. Persyaratan fisik, yakni seorang guru harus memiliki kesehatan jasmani yang baik dan bebas dari penyakit menular.
  2. Persyaratan psikologis, yang berarti seorang guru harus memiliki kesehatan rohani yang baik dan bebas dari gangguan kejiwaan.
  3. Persyaratan mental, di mana seorang guru harus memiliki sikap mental positif terhadap profesinya, mencintai pekerjaannya, dan memiliki dedikasi yang tinggi.
  4. Persyaratan moral, yaitu seorang guru harus memiliki budi pekerti yang luhur serta memiliki sikap susila yang tinggi.
  5. Persyaratan intelektual, di mana seorang guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik.

Dengan adanya kode etik ini, guru tidak hanya diharapkan untuk memiliki kompetensi teknis dalam mengajar, tetapi juga integritas moral yang tinggi dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik.

Kesimpulan

Guru sebagai sebuah profesi telah memenuhi semua kriteria dasar profesi, mulai dari pendidikan khusus yang diperlukan, pengakuan formal dari masyarakat dan pemerintah, hingga adanya kode etik yang menjadi panduan dalam melaksanakan tugasnya. 

Dengan demikian, profesi guru bukan hanya sekadar pekerjaan, tetapi juga sebuah panggilan yang membutuhkan komitmen, keterampilan, dan tanggung jawab yang tinggi.

Dengan memenuhi berbagai syarat dan kriteria tersebut, guru berperan krusial dalam membentuk generasi penerus bangsa, yang pada akhirnya berkontribusi pada pembangunan nasional. 

Bagi mereka yang berada dalam profesi ini, menjadi guru bukan hanya soal mengajar, tetapi juga soal bagaimana mereka berkontribusi dalam membangun karakter dan masa depan bangsa.